Rabu, 17 Juni 2009

HARAPAN DIBALIK PERDA ZAKAT



Setelah mendapat pertentangan alot dari Fraksi Damai Sejahtera serta Aliansi Nasional di dalam pembahasan perda pengelolaan zakat di Kota Batam, akhirnya perjuangan panjang sejak kurun 2005 perda zakat ini disiapkan telah menuai keberhasilannya saat diketok palu oleh Ketua DPRD Kota Batam tanda disahkannya Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Zakat di Kota Batam pada tanggal 27 Maret 2009.

Apa yang menarik dari perda zakat Kota Batam ini? Dari sisi perangkat hukum, pengelolaan zakat di Indonesia memang telah mendapat payung hukum berupa undang-undang yaitu nomor 38 tahun 1999. Namun demikian, efektifitas Undang-undang ini belum cukup kuat mengikat karena pemerintah belum mengeluarkan PP-nya, kecuali penjelasan dan juknisnya yang dikeluarkan melalui Keputusan Menteri Agama No. 373, dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. D581. Disinilah urgensinya perda zakat ini lahir untuk menjawab sekaligus mengakomodir kepentingan lokal kota Batam terhadap eksistensi pengelolaan zakat. Beberapa hal yang bisa dikemukakan disini, diantaranya:



Pertama, aspek legitimasi dan legalitas pengelola zakat di Kota Batam. Menurut Undang-undang dan perda pengelolaan zakat tersebut, pengelolaan zakat hanya boleh dilakukan oleh Badan Amil Zakat atau BAZ sebuah badan yang dibentuk dan di SK-kan oleh pemerintah baik di tingkat pusat (nasional), propinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan, dan Lembaga Amil Zakat atau LAZ sebuah lembaga yang dibentuk atas prakarsa masyarakat dan mendapat pengukuhan dari pemerintah setempat baik nasional maupun propinsi/kota. Artinya, legitimasi kedua institusi pengelola zakat tersebut semakin kokoh di tingkat lokal Kota Batam.

Kedua, adanya Perda tentang pengelolaan zakat ini nantinya harus mampu meningkatkan perolehan zakat dari masyarakat baik melalui BAZ atau LAZ minimal bisa 60 miliar per-tahun (target minimal dari seratus ribu pekerja muslim dengan zakat perbulan lima puluh ribu saja, belum sektor lainnya). Hal ini sangat memungkinkan, bila perda pengelolaan zakat nantinya bisa mengikat kepada sektor wajib zakat dan pemberian otoritas kepada BAZ/LAZ menjadi operatornya. Catatan dari Depag Kota Batam, perolehan dana zakat di kurun 2008 baru mencapai 20miliar.

Ketiga, dengan ditegaskannya kembali di dalam perda tersebut bahwa pembayaran zakat kepada institusi zakat yang disahkan oleh pemerintah dapat mengurangi jumlah kewajiban penghasilan, maka harapannya ini sudah harus diimplementasikan baik oleh direktorat pajak sendiri maupun pemerintah, perusahaan swasta, dan umat Islam, untuk tidak ragu lagi di dalam pembayaran zakat maupun pajak. Sehingga tidak perlu lagi dipersoalkan soal kewajiban pembayaran pajak maupun zakat terutama bagi umat Islam.

Memang dalam beberapa hal, di dalam perda pengelolaan zakat ini belum diatur seperti soal sangsi bagi wajib zakat yang tidak membayarkan kewajiabnnya, akreditasi lembaga zakat agar tidak terjadi penyalahgunaan institusi zakat untuk kepentingan pribadi, pemisahan yang tegas terhadap fungsi regulasi, supervisi dan operasi dari beberapa institusi yang sama-sama mengelola zakat semisal BAZ Propinsi dengan BAZ Kota Batam, juga dengan BAZ di tingkat kecamatan. Namun demikian, umat Islam layak menyambut baik dan mendukung secara aktif pelaksanaan Perda pengelolaan zakat ini agar pertumbuhan perolehan dana zakat meningkat secara signifikan, yang pada gilirannya kaum dhuafa yang mayoritas adalah umat Islam dapat disejahterakan melalui program-program dari badan/lembaga zakat yang ada di Kota Batam. Agaknya, PR kita masih banyak dan panjang perjalanannya. (Ir. Moch Arief)

Wallohu’alam.

Tidak ada komentar: