Lewat waktu ashar di Desa Piu Bung Raya, Kecamatan Montasik, Kabupaten Aceh Besar, NAD. Khaira Fiani (24), tampak panik melihat serombongan kecil orang asing menuju kediamannya. Ember plastik biru yang dia jinjing buru-buru diletakkan., Kwik, kwik, kwik, terdengar jerit anak-anak itik dari dalam ember itu. Fiani bersegera masuk rumah.
’Wa’alaikum salam, oh, Kakak,’’ katanya menjawab salam Rani yang datang bersama Budi sang suami, dan direktur Dompet Dhuafa Aceh Friansyah. Rani tak asing lagi buat Fiani. Staf DD Aceh itu termasuk orang yang selama ini peduli padanya. ‘’Silakan duduk, beginilah adanya, Kak,’’ ujar Fiani sambil blingsatan membersihkan ruang tamu.
Ruang tamu itu setengah bangunan yang dihuni Fiani bersama suaminya Aryus (37) dan Intan putri semata wayang mereka. Setengahnya lagi kamar tidur. Luas gubug berdinding kayu ini 3,5 x 6 meter persegi saja.
Karpet plastik tak rapat menutupi pelur ruang tamu. Tiada perabot lain di situ kecuali rak piring kecil, dua buah kompor minyak tanah, termos, teapot, dan ceret serta panci mungil.
‘’Aduh, Kakak, pakai bawa-bawa segala,’’ Fiani terpekik kecil saat menerima bingkisan sembako dari DD Aceh. Ia lalu menurunkan sejumlah gelas dari rak piring di belakang punggungnya. Cekatan Fiani menyeduh teh celup sambil memangku Intan.
Tanpa sesal dan keluh kesah, perempuan Naggroe itu kemudian menuturkan penggalan kisah hidupnya.
Khaira Fiani berasal dari keluarga sangat sederhana di pelosok desa. Ia tak punya mimpi apa-apa ketika pada 2001 dinikahi Aryus dan diajak tinggal di Meulaboh. Tak jua ada sesal bersuamikan laki-laki asal Blang Pidie yang kaki kanannya tidak sempurna itu.
Meski cacat, Aryus pantang menyerah dalam mencari nafkah. Sayangnya, orang lebih suka mengasihaninya ketimbang menghargai kerja keras dia. Aryus tak pernah mendapat pekerjaan tetap. Bahkan ia sempat merantau sampai ke Batam demi bekerja serabutan.
Badai cobaan melanda mereka ketika suatu hari ujung jari kaki Aryus tertusuk paku saat bekerja. Ah, sakit sedikit tak apalah, pikir Aryus. Luka dan perih itu pun cukup dia baluri ludah. Selesai?
Tidak. Rupanya, tusukan itu membawa kuman inveksi dan mengenai tulang jarinya. Lama-lama makin sakit. Sudah diobati dan dibalut oleh mantri klinik, tidak sembuh juga. Bahkan punggung kaki kiri Aryus membengkak. Hingga akhirnya ia tak kuasa berjalan kecuali menggunakan kruk.
Selamat dari tsunami Desember 2004 tak membuat kehidupan Fiani-Aryus membaik. Sebaliknya, kaki Aryus kian menguras harta benda untuk berobat. Ikhtiar penyembuhan ke Jakarta yang dibiayai komunitas warga Aceh di ibukota pun tak membuahkan hasil nyata.
Meski demikian, Aryus dan Fiani tak jemu pada nasib. Sementara suaminya terus berburu penyembuhan, Fiani mencari nafkah untuk menyambung hidup. Menjadi buruh tani, juga mencoba membesarkan selusin anak itik.
Di saat yang sama, Intan (5) tak gentar berjalan kaki sejauh 2 km menuju TK-nya tanpa didampingi orangtua. Beruntung dia punya beberapa teman seperjalanan yang dikawal ibunya.
Bagaimanapun, hasil kerja keras Fiani tak seberapa. Untunglah, kerabat dan warga desa tak menelantarkan mereka. ‘’Tanah yang kami tempati ini punya paman. Kalau sudah punya duit Bang Aryus mau membayarnya Rp 6 juta. Kalau gubug ini dulu hasil gotong royong keucik dan para tetangga,’’ Fiani menuturkan kebajikan warga desanya. Selain itu, keucik juga memberinya jatah zakat pertanian berupa padi hasil panen masyarakat.
Kegigihan Aryus akhirnya berlabuh ke pintu kantor DD Aceh di Jeulingke, Banda Aceh. ‘’Kunjungi rumahnya, kalau memang layak akan kita bantu,’’ Friansyah menugaskan Rani untuk merespons permohonan Aryus.
Rani pulang dari kediaman Aryus dengan berlinang airmata. Sejak itulah, Aryus menggantungkan biaya operasional pengobatannya pada DD. Untuk transportasi, makan, dan administrasi.
Alhamdulillah, kakinya sedikit berangsur membaik. Kini Aryus sanggup berobat sendirian meski tertatih-tatih ke klinik di kota.
‘’Dengan dukungan para dermawan, mudah-mudahan DD Aceh akan sanggup membiayai operasi kaki Aryus dan membayar tanah yang ditempati keluarganya,’’ Friansyah berharap. Insya Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar