Kalau Anda buang sampah, ingatlah Minah. Pemulung ini membuktikan, tak ada yang sia-sia dengan semua ciptaan-Nya. Termasuk sampah domestik seperti yang ditendang dari rumah Anda itu. Dari hasil penjualan sampah yang dipulungnya, Minah bertahan hidup bersama 2 anak dan suaminya.Tiap usai subuh, Minah (35) yang warga Parung, Bogor, melayani keperluan suami dan anak pertamanya yang kelas 3 SD. Lalu dia naikkan Sendi (3), anak nomor dua, ke gerobak sampah yang menjadi ‘’kendaraan dinas’’-nya. Minah pun kemudian berangkat ngampung. Memungut buangan dari bak-bak sampah di perumahan sekitar desa, dalam radius sampai 5 kilometer.‘’Maaf ya, kotor dan bau,’’ ujar Minah saat dicegat dalam perjalanan. Karena itu, Minah jengah didekati. Tampak si Sendi duduk diam dalam gerobak penuh rongsokan yang didorong emaknya.
Sebentar-sebentar bocah itu menggaruk pantatnya. ‘’Dulu bokongnya kesiram sayur panas. Sekarang bekas lukanya suka gatal-gatal,’’ Minar menerangkan kelakuan anaknya.Minah menuturkan, sampah yang dia cari adalah tembaga, besi, koran, kardus, plastik, dan beling. Setiap sore, hasil buruannya dia pilah-pilah di rumah, lalu ditimbun. Setelah genap seminggu, timbunan akan dijemput oleh mobil pemulung besar. Minah pun terima bayaran.‘’Kertas koran 700 perkilo, kardus 600, plastik 500, besi dan beling 200,’’ dengan fasih Minah membeberkan harga jual barang pulung. ‘’Paling mahal tembaga, 45 ribu sekilo. Tapi sekarang susah nyari tembaga buangan,’’ Minah nyengir. Dalam sebulan, wanita yang kakinya kerap keseleo ini paling banter bisa memperoleh hasil keringat Rp 300.000. Tiap pekan, begitu menerima bayaran duitnya langsung tandas buat melunasi utang ke warung. Dengan demikian dia boleh ngebon lagi, yang akan dilunasi seminggu berikutnya.Keperluan di luar urusan ganjal perut, buat Minah sekeluarga adalah kemewahan. Bahkan sakit yang mengharuskan berobat ke dokter serasa kiamat kecil bagi mereka. Minah tak bisa berharap banyak pada suaminya yang pengojek.Sudah beberapa tahun Minah meniti takdirnya. Ia tak sempat berpikir, apalagi merencanakan, kelak bagaimana masa depan anak-anaknya. Minah hanya tahu, setiap hari dia musti mengenyangkan perut mereka. Biar didapat dari hasil jualan barang kotor dan bau, yang penting halal. ‘’’Kali aja kalau kita kasih makan yang halal entar anak kita jadi bener,” Minah menirukan petuah Ustadzah. (Widya- DSNI- Batam/Dompet Dhuafa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar